Featured 1

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Featured 2

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Featured 3

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Featured 4

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Featured 5

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

cari artikel lainnya

Ingin pasang widget seperti ini? KLIK DISINI

Jumat, 01 April 2016

ADOPSI, APAKAH SYAR’I

ADOPSI, APAKAH SYAR’I?

ADOPSI, APAKAH SYAR’I?

Syariat Islam datang dengan membawa keadilan. Di waktu yang sama ajaran Islam juga mengikis kezhaliman, dengan segala bentuknya. Ia mengatur segala sendi kehidupan manusia, termasuk permasalahan nasab (garis keturunan) seseorang. Dengan bantuan pengetahuan nasab, seorang anak bisa beribadah kepada Allah dengan berbakti kepada kedua orang tuanya. Demikian pula, orang tua bisa beribadah kepada Allah dengan menunaikan kewajibannya sebagai orang tua terhadap anaknya.
Para pembaca rahimakumullah, pada edisi kali ini insya Allah kami akan mengulas tafsir dari surat al Ahzab ayat 4-5,  yang di dalamnya dibahas tentang anak angkat dalam tinjauan Islam.

Urgensi Nasab

Kejelasan nasab dalam Islam merupakan hal yang sangat penting. Banyak hukum Islam yang erat kaitannya dengan nasab, seperti hukum pernikahan, permasalahan mahram, hukum waris, dan lain sebagainya. Dengan mengetahui kejelasan nasab maka hal-hal yang tidak diperbolehkan dalam Islam bisa dihindari. Pernah terjadi, seorang laki-laki menikah dengan seorang wanita. Pada awalnya, kehidupan rumah tangganya berjalan harmonis dan telah melahirkan putra-putri. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, diketahui bahwa suami istri tersebut adalah saudara sekandung. Usut-diusut, ternyata, ketika kecil keduanya berbeda asuhan, masing-masing dijadikan anak angkat/diadopsi oleh dua orang yang berbeda, tanpa sepengetahuan anak tersebut. Tidak jarang pula, anak angkat menyandarkan nasabnya kepada orangtua yang mengadopsinya. Sehingga anak adopsi tersebut dijadikan ahli waris orang tua angkat itu. Padahal, secara nasab keduanya tidak memiliki hubungan selain sebatas sebagai orang tua angkat dan anak angkat. Dan banyak kasus lainnya. Oleh karena itu, penting untuk mempelajari permasalahan nasab agar tidak terjadi pelanggaran syariat dan tidak ada pihak yang terzalimi.

Adopsi Dalam Timbangan Syariat Islam

Para pembaca rahimakumullah, Islam sebagai agama universal dan sempurna telah menjelaskan permasalahan adopsi. Permasalahan ini telah dijelaskan Allah dalam al-Qur`an. Allah berfirman (artinya),
Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).” (QS. al-Ahzab: 4)
Mengangkat anak kemudian mengganti nasabnya dengan menyandarkan kepada selain ayah kandungnya pernah terjadi di masa jahiliyah dan pada masa awal Islam. Dengan diutusnya Rasulullah dan diturunkannya al-Qur`an, Allah hendak menghapus kebiasaan ini. Dan perlu diyakini bersama, tidaklah Allah melarang atau menghapus suatu  perkara melainkan perkara tersebut  mengandung keburukan dan kejelekan.
Dalam kasus anak angkat di atas, Allah menjelaskan keburukan perbuatan tersebut. Yaitu, bahwa perbuatan ini adalah perbuatan salah dan termasuk bentuk kedustaan. Sebab, ayah sesungguhnya dari anak adopsi adalah ayah kandungnya, bukan orang yang mengadopsinya. Namun, ia justru menisbatkannya kepada selain ayah kandungnya. Pada ayat di atas Allah menegaskan (artinya), “Dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri).“ Maksudnya, anak yang sesungguhnya adalah  anak-anak yang terlahir dari kalian dan bagian dari kalian. Adapun anak angkat , ia bukan bagian dari kalian. Oleh karena itu, Allah tidak menjadikannya sebagai anak kalian.

Para pembaca rahimakumullah, ada beberapa pelanggaran syariat pada perbuatan mengadopsi anak kemudian menisbatkannya kepada selain bapak kandungnya. Penyimpangan tersebut antara lain;
1. Menisbatkan nasab kepada selain bapak kandungnya. Ini merupakan bentuk kedustaan.
2. Menjadikan yang bukan ahli waris sebagai ahli waris yang saling mewarisi.
3. Menjadikan mahram padahal bukan mahram
4. Orang tua angkat menjadi wali untuk akad nikah anak angkatnya, padahal ia bukan walinya.

Sababun-Nuzul Ayat

Ayat ini turun terkait dengan permasalahan  Zaid bin Haritsah maula Nabi. Sebelum diangkat menjadi nabi, Rasulullah mengangkat Zaid sebagai anak. Sehingga, Zaid  dipanggil dengan  Zaid bin Muhammad. Terkait peristiwa tersebut turunlah ayat ke-4 dari surah al-Ahzab ini. Dalam ayat lain, Allah menegaskan (artinya),
Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kalian. Akan tetapi ia adalah seorang utusan Allah dan penutup para nabi.” (QS. al-Ahzab: 40)
Setelah turunnya ayat di atas, Allah melarang untuk dikatakan Zaid bin Muhammad (Zaid putra Muhammad). Maksudnya, Rasulullah bukanlah bapak Zaid walaupun beliau telah mengangkatnya sebagai anak. Selama hidup Rasulullah tidak pernah memiliki anak laki-laki yang hidup sampai dewasa. Beliau pernah memiliki anak laki-laki dari Khadijah, yaitu al-Qasim,  at-Thayib dan ath-Thahir. Hanya saja, tiga putra laki-laki tersebut wafat ketika masih kecil. Beliau juga memiliki putra bernama, Ibrahim dari Mariyah al-Qibtiyah. Ibrahim pun meninggal ketika  masih kecil.

Status Anak Adopsi

Pembaca, pengangkatan anak kemudian mengganti nasabnya tidaklah merubah status anak tersebut menjadi anak kandungnya. Dalam ayat tersebut Allah tegaskan (artinya), “Itulah ucapan kalian dengan lisan-lisan kalian.”
Dijelaskan oleh Ibnu Katsir, pengangkatan seseorang sebagai anak  tidak menjadikan anak angkat tersebut menjadi anak sebenarnya/kandung.  Anak angkat tersebut berasal dari sulbi orang lain. Sebab, satu anak tidak mungkin memiliki dua ayah, sebagaimana seorang tidak mungkin memiliki dua hati. Kemudian Allah melanjutkan (artinya),
“Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan kepada jalan (yang benar).”
Maksudnya, Allah mengatakan perkataan yang adil dan menunjukkan kepada jalan yang lurus. Artinya, hukum yang ditetapkan Allah dengan menghapus anak angkat adalah bentuk keadilan dan jalan kebenaran.

Memanggil Anak Angkat

Allah memerintahkan untuk memanggil seseorang dengan nasab ayahnya. Firman Allah (artinya),
“Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka. Itulah yang lebih adil di sisi Allah.”
Ayat ini menghapus hukum yang terjadi  di awal Islam, yaitu bolehnya mengangkat anak  dan menganggap sebagai anak sendiri dengan menyandarkan nasab anak tersebut kepadanya. Maka pada ayat ini, Allah memerintahkan agar mengembalikan nasab seorang anak kepada orang tua yang sebenarnya bukan kepada orang tua angkatnya. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Abdullah bin Umar berkata, “Dahulu kami tidak memanggil Zaid bin Haritsah maula Rasulullah melainkan dengan panggilan Zaid bin Muhammad. Sampai akhirnya turun ayat (QS. al-Ahzab: 5), “Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka. Itulah yang lebih adil di sisi Allah. Dan jika kalian tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudara kalian seagama dan maula-maula kalian.”  (HR. al-Bukhari)
Akhirnya, dengan diberlakukannya hukum baru tersebut Rasulullah mendudukkan status anak angkat beliau kepada nasab sebenarnya yaitu Zaid bin Haritsah. Realisasi hukum tersebut terbukti pada sebuah kejadian. Ketika itu, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah, dan Ja’far berebut ingin mengasuh putri Hamzah bin Abdul Muththalib yang masih kecil. Masing masing mengemukakan alasannya. Setelah itu, Rasulullah berkata kepada Ali bin Abi Thalib, “Engkau dariku dan aku darimu.” Rasulullah lalu berkata kepada Ja’far bin Abi Thalib, “Engkau menyerupai akhlakku dan fisikku.” Terakhir, dan ini adalah intinya, beliau berkata kepada Zaid bin Haritsah z, “Engkau saudara kami dan maula kami.” Dalam peristiwa tersebut Rasulullah tidak lagi memanggil Zaid dengan dinasabkan kepada diri beliau tetapi kepada status sebenarnya. Wallahu a’lam.

Ancaman bagi yang menisbatkan anak kepada selain ayahnya

Rasulullah mengancam orang yang menyandarkan nasab kepada selain bapak kandungnya. Dari Sa’ad bin Abi Waqqashz, ia berkata, Rasulullah bersabda (artinya), “Barang siapa yang mengaku (menyandarkan nasab) kepada selain bapaknya padahal mengetahui bahwa dia bukan bapaknya maka surga haram baginya.” Maksudnya, haram masuk surga secara langsung.
Dalam riwayat Ahmad dari Ibnu Abbas disebutkan, “Dahulu kami membaca (yaitu pada ayat yang lafazhnya mansukh/dihapus),
لَا تَرْغَبُوْا عَنْ آبَائِكُمْ، فَإِنَّ كُفْرًا بِكُمْ أَنْ تَرْغَبُوْا عَنْ آبَائِكُمْ
“Janganlah kalian membenci jika (disandarkan) kepada bapak-bapak kalian. Sesungguhnya kekufuran bagi kalian jika kalian membenci untuk disandarkan kepada bapak-bapak kalian.”
Dalam hadits lain dari sahabat Abu Dzar Rasulullah bersabda,
لَيْسَ مِنْ رَجُلٍ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيْهِ ـ وَهُوَ يَعْلَمُهَ إِلَّا كَفَرَ
“Tidaklah seseorang mengaku-ngaku kepada selain bapaknya dalam keadaan dia tahu melainkan dia telah melakukan kekufuran.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Kesimpulannya, menyandarkan nasab kepada selain ayahnya merupakan perbuatan dosa besar. Tentu, apabila hal tersebut dilakukan secara sengaja.

Jika sudah terlanjur?

Syariat Islam ini tentu penuh dengan rahmat dan kasih sayang. Bagi yang terlanjur melakukannya tanpa kesengajaan maka ia wajib untuk mengembalikan nasab anak tersebut kepada ayah kandungnya dan tidak ada dosa baginya. Hal ini sebagaimana yang ditegaskan oleh Allah (artinya),
Dan tidak ada dosa atas kalian terhadap apa yang kalian khilaf padanya. Tetapi (yang ada dosanya) adalah apa yang disengaja oleh hati kalian. Adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Ahzab: 5)
 
Wallahu a’lamu bish-shawab
Penulis: Ust. Huda Ngawi

Sabtu, 26 Maret 2016

Radikalisme ISIS Mengancam Agama dan Negara

Radikalisme ISIS Mengancam Agama dan Negara

Radikalisme ISIS
Mengancam Agama dan Negara

Arab Saudi adalah salah satu negara yang paling serius menangani radikalisme. Namun baru-baru ini, umat Islam kembali dikejutkan dengan peledakan masjid yang terjadi di salah satu wilayah di Kerajaan Arab Saudi. Peristiwa tersebut telah terjadi beberapa kali. Kejadian tersebut tidak mengherankan karena Arab Saudi merupakan salah satu negara yang paling diperangi oleh ISIS dan al-Qaidah. Tidak lama sebelumnya juga terjadi di Kuwait. Sungguh berbagai kemungkaran besar sekaligus telah dilakukan oleh pelaku peledakan tersebut, antara lain membunuh kaum muslimin ketika shalat, menghancurkan masjid, membakar al-Qur’an, memutus shalat kaum muslimin, dia sendiri meninggalkan shalat, dan bunuh diri.
Beredar pula di media, terutama melalui jejaring sosial, video bagaimana ISIS memperlakukan para tawanannya. Sungguh kekejian yang diluar batas mampu mereka lakukan terhadap sesama manusia dan sesama muslim.
Fenomena ini benar-benar membuat dahi setiap muslim berkerut seraya mempertanyakan, demikiankah berjihad menegakkan Islam dan Negara Islam??!
Ataukah itu semua justru adalah kezhaliman dan tindak merusak di muka bumi??! Mereka sedang berjihad atau sedang melakukan perusakan di muka bumi??
Hal ini mengingatkan dengan firman Allah: “Apabila dikatakan kepada mereka (orang-orang munafik itu), ‘Janganlah kalian berbuat kerusakan di muka bumi’, mereka menjawab, ‘Sesungguhnya kami orang-orang yang melakukan perbaikan.” (al-Baqarah : 11)

ISIS (Negara Islam di Iraq dan Syam) hanyalah salah satu dari gerakan radikalisme dan terorisme yang mengatasnamakan Jihad dan Negara Islam. Selain ISIS, masih banyak lagi yang lainnya, baik itu al-Qaedah, Jabhatun Nushrah, Jama’ah Jihad, … dan masih banyak lagi, termasuk yang muncul di negeri ini seperti NII, Jama’ah Islamiyyah (JI), dll. Semuanya berakar pada satu pemikiran, yaitu Khawarij. Suatu pemikiran dan kelompok sesat yang dinyatakan oleh Nabi sebagai Anjing-anjing Neraka!! (HR. Ibnu Majah 173) [lihat pembahasan di Buletin Al-Ilmu 44/XI/XII/1435 H] 

Tindakan dan sepak terjang berbagai gerakan kaum radikal khawarij tersebut telah menimbulkan keresahan, kerusakan, dan bencana terhadap Islam, antara lain:

1- Membunuh orang tak bersalah, para wanita, dan anak-anak kecil.
Dalam aksi-aksi teror pengeboman yang mereka lakukan, mereka tidak pandang bulu. Semua menjadi sasaran penyerangan. Bahkan kaum wanita dan anak-anak. Tak jarang pula, sejumlah wanita mereka bunuh secara sadis. Tindakan mereka tersebut bertentangan dengan hadits Nabi berikut ini.
Dari shahabat Ibnu ‘Umar berkata, didapati seorang wanita terbunuh dalam salah satu peperangan bersama Rasulullah, “maka Rasulullah mengingingkari dibunuhnya wanita dan anak-anak.” (HR. al-Bukhari 3014, Muslim 1744)

2- Dusta. Contohnya, tidak jarang seorang anak yang telah teracuni doktrin radikalisme ini, berdusta kepada orang tuanya, bahkan berdusta kepada negaranya. Padahal dusta merupakan salah satu sifat orang munafik sebagaimana sabda Nabi, “Tanda-tanda orang munafik ada tiga, apabila berbicara dia berdusta, apabila berjanji dia melanggar, apabila dipercaya dia berkhianat.” (HR. al-Bukhari 33)

3- Khianat dan Merusak Perjanjian. Di antaranya, ketika mereka membunuh semua orang kafir yang masuk negeri Islam, mereka telah mengkhianati dan merusak jaminan keamanan yang telah diberikan oleh pemerintah muslim terhadap orang-orang tersebut.
Padahal apabila ada satu orang muslim menjamin keamanan seorang kafir, maka jaminan keamanan dari satu orang muslim tersebut berlaku dan harus ditepati oleh seluruh kaum muslimin, tidak boleh dilanggar. Maka bagaimana jika jaminan keamanan tersebut dari pemerintah muslimin yang sah?!
Suatu ketika Zainab mengatakan, “Aku menjamin keamanan al-‘Ash bin Rabi’ (seorang kafir), maka Nabi bersabda,
«قَدْ أَجَرْنَا مَنْ أَجَارَتْ زَيْنَبُ، إِنَّهُ يُجِيرُ عَلَى الْمُسْلِمِينَ أَدْنَاهُمْ»
“Kami menjamin keamanan siapa yang telah dijamin keamanannya oleh Zainab. Jaminan keamanan itu berlaku atas kaum muslimin sampai orang yang terendah di antara mereka.” (HR. al-Hakim 4/49)

4- Membunuh jiwa yang Allah haramkan.
Allah berfirman, (artinya): “Dan janganlah kalian membunuh jiwa yang Allah haramkan, kecuali dengan haq (alasan yang dibenarkan dalam syari’at)” (al-An’am : 151)
Jiwa yang Allah haramkan untuk dibunuh adalah:
– jiwa seorang muslim, dalil-dalilnya sangat banyak.
– kafir dzimmi, yaitu orang kafir yang hidup tunduk sepenuhnya pada kekuasaan Negara Islam dan mendapat jaminan keamanan dengan kewajiban membayar Jizyah kepada Negara. Rasulullah bersabda:
«مَنْ قَتَلَ قَتِيلًا مِنْ أَهْلِ الذِّمَّةِ، لَمْ يَجِدْ رِيحَ الْجَنَّةِ، وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا»
“Barangsiapa membunuh seorang ahli dzimmah (kafir dzimmi), maka dia tidak akan mendapat aroma surga. Sungguh aroma surga sudah tercium sejauh perjalanan empat puluh tahun.” (HR. an-Nasa’i 4750, al-Hakim 2/137)
– kafir mu’ahad, dan kafir musta’man. Kafir mu’ahad adalah orang kafir yang kafir yang hidup di negara kafir, antara negara kafir tersebut terikat perjanjian dengan Negara Islam. Sedangkan kafir musta’man adalah orang kafir yang masuk ke negeri Islam dengan jaminan keamanan oleh pemerintah Islam.
Nabi bersabda (yang artinya), “Barangsiapa membunuh kafir mu’ahad, maka dia tidak akan mendapat aroma surga. Sungguh aroma surga sudah tercium sejauh perjalanan empat puluh tahun.” (HR. al-Bukhari 3166)
Jadi yang boleh dibunuh adalah Kafir Harbi. Yaitu kafir yang hidup di Negara kafir, memerangi kaum muslimin, dan tidak ada ikatan perjanjian apapun.
Namun para khawarij – teroris tidak membedakan itu semua dalam aksi-aksi terornya. Sehingga mereka terjatuh pada tindakan membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah.

5- Bunuh diri. Aksi pengeboman yang mereka lakukan, adalah perbuatan bunuh diri. Sementara bunuh diri merupakan dosa yang sangat besar. Nabi bersabda (yang artinya), “Barangsiapa yang bunuh diri dengan besi, maka besinya tersebut akan berada di tangannya dan dia tusukkan pada perutnya di neraka Jahannam, dia kekal selama-lama di dalamnya.” (HR. Muslim 109)

6- Memberontak kepada pemerintah yang sah. Sejak awal kemunculannya, kaum Khawarij adalah kaum pemberotak terhadap pemerintah yang sah. Di masa ini juga banyak terjadi tindakan penentangan terhadap pemerintah yang dimotori oleh kaum Khawarij/Radikal ini, baik berupa demonstrasi, mimbar terbuka, aksi mogok makan, sampai pada tingkat kudeta bersenjata.
Al-Imam Muhammad bin Husain al-Aajurri (w. 360 H) mengatakan, “Para ‘ulama baik dulu maupun sekarang tidak berselisih bahwa Khawarij adalah kaum yang jelek, menentang Allah b dan Rasul-Nya n meskipun mereka shalat, puasa, dan sangat serius dalam beribadah. … Khawarij adalah para pemberontak yang najis dan kotor. Barangsiapa yang berada di atas jalan Khawarij, mereka saling mewarisi jalan ini dulu dan sekarang, keluar dari ketaatan kepada para pimpinan (yakni memberontak, pen) dan menghalalkan pembunuhan terhadap kaum muslimin.” (Kitab asy-Syari’ah 32)

7- Membunuh orang (kafir) yang ada ikatan perjanjian dan dijamin keamanannya (oleh kaum muslimin / pemerintah Islam). (lihat kembali poin ke-4)

8- Mencoreng Nama Islam. Islam yang Indah dan Rahmatan lil ‘Alamin, dengan seluruh syari’at yang ada padanya, termasuk Jihad fi sabilillah yang suci dan mulia, menjadi tercoreng.

9- Membuat musuh-musuh Islam bergembira. Karena mendapatkan alasan untuk mencela dan menjatuhkan Islam serta membunuh kaum muslimin.

10- Memberikan kesempatan/peluang kepada musuh untuk menghancurkan negeri-negeri kaum muslimin dan melecehkan agama Islam. Dengan alasan mengejar dan membersihkan para teroris, Amerika, Inggris dan lainnya memanfaatkannya untuk mengintervensi kebijakan politik Negara-negara Islam, bahkan melakukan invansi militer.

11- Menentang Allah dan Rasul-Nya dengan dia menentang pemerintah.
Nabi bersabda, “Barangsiapa menaatiku maka dia telah menaati Allah. Barangsiapa yang menentangku maka dia telah menentang Allah. Barangsiapa yang menaati pemimpin (pemerintah) maka dia telah menaatiku. Barangsiapa ayng menentang pemimpin (pemerintah) maka dia telah menentangku.” (HR. al-Bukhari 7137, Muslim 1835)

12- Mencabut ikatan ketaatan dari pemerintah yang sah.

13- Mengafirkan kaum muslimin. Inilah doktrin utama kaum Khawarij. Bahwa semua yang bukan kelompoknya atau semua yang tidak berbaiat kepada pimpinan kelompoknya adalah kafir.

14- Melakukan mutilasi (mencincang jenazah). Sebagaimana yang mereka lakukan terhadap para tawanan mereka. Padahal mutilasi sangat dilarang oleh Rasulullah meskipun dalam situasi perang.

15- Menyebarkan kejahilan (kebodohan tentang agama) dan memerangi ilmu dan para ulama. Karena yang paling mudah menjadi mangsa doktrin mereka adalah orang-orang yang jauh dari ilmu agama.

16- Mencela Sunnah dan Ahlus Sunnah. Hal ini mereka lakukan karena Ahlus Sunnah adalah pihak yang paling gencar membantah dan menjelaskan kebatilan-kebatilan mereka kepada umat.

17- Perampokan. Untuk biaya pengeboman dan aksi teror lainnya, tak jarang mereka melakukan perampokan karena mereka meyakini semua orang di luar mereka adalah kafir, sehingga sah-sah saja diambil hartanya.

18- Sangat keras memerangi Negeri Haramain dan negara-negara teluk. Terutama Negeri Tauhid Arab Saudi. karena negeri-negeri itulah yang paling gencar memerangi dan mengejar ISIS beserta kelompok-kelompok lainnya.
Perlu diingat, di samping al-Qaidah, ISIS, dan lain-lain, kelompok radikal dan teroris ekstrim yang juga sangat berbahaya adalah Syi’ah Rafidhah. Tak henti-hentinya Syi’ah Rafidhah ini menorehkan sejarah berdarah terhadap Islam dan kaum muslimin.

Wallahu a’lam bish shawab.
Penulis: Ustadz Abu Amr Alfian

Berpegang Teguh dengan Petunjuk Rasulullah shalallahu ‘alaihiwasallam Jalan Keselamatan

Berpegang Teguh dengan Petunjuk Rasulullah shalallahu ‘alaihiwasallam Jalan Keselamatan

Berpegang Teguh dengan Petunjuk Rasulullah Jalan Keselamatan

Rasulullah bersabda,
فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
“Sesungguhnya barangsiapa yang masih hidup diantara kalian setelahku niscaya akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib bagi kalian untuk berpegang teguh dengan petunjukku dan petunjuk para khalifah yang terbimbing. Berpegang teguhlah dengan petunjuk tersebut dan gigitlah (pegang erat, pen) petunjuk tersebut dengan (sekuat gigitan, pen) gigi geraham kalian. Berhati-hatilah kalian dari amalan yang diada-adakan (dalam agama) karena sesungguhnya setiap amalan yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan.” (HR. Abu Dawud no. 3991)

Para pembaca rahimakumullah,  persatuan umat Islam adalah dambaan kita bersama. Apabila kita bersatu, maka kita pun akan kokoh. Namun, perpecahan dan perselisihan merupakan realitas yang terjadi di tengah-tengah umat. Masing-masing menganggap dirinya yang paling benar. Walaupun demikian, setiap ada kesulitan di sana ada kemudahan, dan setiap ada permasalahan pelik di sana ada solusinya. Itulah Islam, agama yang sempurna. Padanya terdapat segala yang dibutuhkan umat
Lalu bagaimanakah solusi untuk mengatasi perpecahan dan perselisihan tersebut?
Solusi dari permasalahan ini telah diisyaratkan oleh Rasulullah sekitar 14 abad yang lalu dalam sabda beliau, “…Maka wajib bagi kalian untuk berpegang teguh dengan petunjukku dan petunjuk para khalifah yang terbimbing. Berpegang teguhlah dengan petunjuk tersebut dan gigitlah (pegang eratlah, pen) petunjuk tersebut dengan (sekuat gigitan, pen) gigi geraham kalian …” Tidak sedikit ayat al-Qur’an dan hadits Nabi lainnya yang memerintahkan agar berpegang teguh dengan petunjuk Rasulullah, diantaranya adalah sebagai berikut: Allah berfirman, “Sungguh telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian yaitu bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (al-Ahzab: 21)
Allah berfirman, “Katakanlah (Muhammad), ‘Apabila kalian mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian’.” (Ali Imran: 31)
Allah berfirman, “Apabila kamu taat kepadanya, niscaya kalian mendapat petunjuk.” (an-Nur: 54)
Rasulullah bersabda, “Maka sesungguhnya sebaik-baik ucapan adalah kitabullah (al-Qur’an) dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad dan sejelek-jelek perkara adalah perkara yang diada-adakan (dalam agama). Dan setiap kebid’ahan adalah sesat.” (HR. Muslim no. 1435)
Rasulullah bersabda, “Tidaklah tersisa satu perkara yang akan mendekatkan diri kepada surga dan menjauhkan dari neraka melainkan telah diterangkan kepada kalian.” (HR. ath-Thabrani no. 1647)

Demikian pula nasehat dari para ulama terkemuka tentang perintah untuk berpegang teguh dengan petunjuk Rasulullah sebagaimana berikut ini:
Al-Imam az-Zuhri berkata, “Dahulu para ulama kita mengatakan, ‘Berpegang teguh dengan petunjuk Rasulullah adalah keselamatan.” (Sunan ad-Darimi 1/44)
Disebutkan dalam kitab al-Hilyah (6/142) bahwa al-Imam al-Auza’i berkata, “Dahulu dikatakan: ada 5 perkara yang menjadi pegangan para sahabat Muhammad dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik:
1. Berpegang teguh dengan jama’ah
2. Mengikuti petunjuk Rasulullah
3. Menyemarakkan masjid
4. Membaca al-Qur’an
5. Jihad di jalan Allah

Abdullah ad-Dailami berkata, “Telah sampai kepadaku bahwa awal mula pudarnya agama adalah meninggalkan petunjuk Rasulullah, hilangnya agama adalah dimulai dengan hilangnya sunnah demi sunnah sebagaimana putusnya tali seutas demi seutas.” (Sunan ad-Darimi 1/44)
Sahl bin ‘Abdillah at-Tustari berkata, “Pokok landasan kita ada 6 perkara: berpegang teguh dengan kitabullah (al-Qur’an), meneladani petunjuk Rasulullah, makan makanan yang halal, tidak menyakiti, meninggalkan perbuatan-perbuatan dosa, bertaubat dan menunaikan hak-hak manusia.” (al-Hilyah 10/190)
Al-Qadhi ‘Iyadh berkata, “Pokok madzhab kita ada 3: mengikuti petunjuk Rasulullah dalam perkara akhlak dan perbuatan, makan makanan yang halal dan mengikhlaskan niat dalam segenap amalan.” (asy-Syifa’ 2/558)

Berkah Berpegang Teguh Dengan Petunjuk Rasulullah

Berpegang teguh dengan petunjuk Rasulullah akan memberikan berkah yang banyak, antara lain:
1. Mendapatkan kecintaan Allah
Allah berfirman, “Katakanlah (Muhammad), ‘Apabila kalian mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian’.” (Ali Imran: 31)
Dan apabila Allah telah mencintai seorang hamba maka akan berbuah hasil sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah, “Apabila Allah mencintai seorang hamba maka ada seruan yang memanggil Jibril, ‘Sesungguhnya Allah mencintai si fulan maka cintailah dia, maka Jibrilpun mencintainya. Kemudian Jibril menyeru kepada penduduk langit, ‘Sesungguhnya Allah mencintai fulan maka cintailah dia, maka penduduk langitpun mencintainya. Kemudian diletakkan rasa penerimaan kepada penduduk bumi terhadap orang tersebut.” (HR. al-Bukhari no. 2970)
2. Berpegang teguh dengan petunjuk Rasulullah merupakan keutamaan yang besar, dan akan semakin bertambah tinggi keutamaannya manakala hidup di suatu masa yang manusia banyak berpaling dari petunjuk Rasulullah, dan orang yang berpegang teguh dengan petunjuk Rasulullah di masa itu benar-benar mendapatkan gangguan dari manusia. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya di belakang kalian nanti akan ada hari-hari kesabaran, (orang yang berpegang dengan petunjuk Rasulullah) pada hari-hari tersebut keadaannya seperti menggenggam bara api, orang yang beramal pada hari-hari tersebut seperti pahala 50 orang yang mengamalkan seperti amalan kalian (para sahabat, pen).” (HR. at-Tirmidzi no 2984)
3. Mengamalkan petunjuk Rasulullah adalah sebagai bentuk penjagaan agar tidak terjatuh ke dalam kebid’ahan.
Abu Muhammad Abdullah bin Manazil berkata, “Tidaklah seorang hamba menyia-nyiakan satu kewajiban dari berbagai kewajiban melainkan Allah akan menimpakan musibah kepadanya dalam bentuk menyia-nyiakan petunjuk Rasulullah. Dan tidaklah seseorang diberi musibah dalam bentuk menyia-nyiakan petunjuk Rasulullah melainkan dikhawatirkan dia akan diberi musibah dengan kebid’ahan.” (Dharuratul Ihtimam hlm. 52)
Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Tidaklah datang suatu masa kepada manusia melainkan akan ada (suatu kaum) yang mengada-adakan bid’ah dan tidak menghidupkan petunjuk Rasulullah, hingga hiduplah kebid’ahan dan matilah petunjuk Rasulullah.” (Dharuratul Ihtimam hlm. 52)
4. Berpegang teguh dengan petunjuk Rasulullah akan menyelamatkan dari perpecahan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Kebid’ahan selalu diiringi dengan timbulnya perpecahan (umat) sebagaimana petunjuk Rasulullah diiringi dengan persatuan (umat).” (al-Istiqamah 1/42)
Ibrahim at-Taimi mengatakan, “Ya Allah, jagalah aku dengan agama-Mu dan dengan petunjuk rasul-Mu dari perselisihan dalam kebenaran, mengikuti hawa nafsu, mengikuti jalan-jalan kesesatan, perkara-perkara yang meragukan dan penyimpangan serta permusuhan.” (al-I’tisham 1/116)

Hati-hatilah dari Menyelisihi Petunjuk Nabi

Para pembaca rahimakumullah,  amalan ibadah yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah disebut bid’ah. Dan melakukan amalan bid’ah dalam agama akan menimbulkan efek negatif yang berbahaya, antara lain,
1. Amalan bid’ah merupakan kesesatan berdasarkan dalil dari al-Qur’an dan hadits.
Adapun dalil dari al-Qur’an adalah firman Allah, “Maka tidak ada setelah kebenaran itu melainkan kesesatan.” (Yunus: 32)
Adapun dalil dari hadits adalah sabda Rasulullah, “Setiap kebid’ahan adalah kesesatan.” (HR. Abu Dawud no. 3991)
2. Amalan bid’ah mengandung anggapan bahwa Islam belum sempurna dan Islam menjadi sempurna dengan perbuatan bid’ah.
Padahal Allah berfirman, “Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu.” (al-Maidah: 3)
3. Amalan bid’ah mengandung anggapan bahwa Rasulullah tidak mengetahui amalan tersebut, karena kalau seandainya itu bagian dari agama niscaya Rasulullah sudah mengajarkannya. Atau terkandung anggapan bahwa Rasulullah belum menyampaikan ajaran Islam secara sempurna, karena kalau seandainya ia bagian dari ajaran Islam niscaya Rasulullah telah menyampaikan kepada umat melalui hadits-haditsnya.
4. Amalan bid’ah dapat memecah belah kaum muslimin.
Tatkala kebid’ahan muncul di tengah-tengah masyarakat, kaum muslimin pun terkotak-kotak ke dalam beberapa kelompok. Masing-masing kelompok mengklaim bahwa kelompoknyalah yang paling benar. Allah berfirman, “Yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Setiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (ar-Rum: 32)
5. Barangsiapa melakukan amalan bid’ah maka akan dicabut darinya petunjuk Rasulullah yang semisalnya.
Hassan bin ‘Athiyah mengatakan, “Tidaklah suatu kaum melakukan kebid’ahan dalam agama mereka melainkan Allah akan mencabut petunjuk Rasulullah yang sepadan dari mereka, kemudian Allah tidak akan mengembalikan petunjuk Rasulullah itu kepada mereka sampai hari kiamat.” (I’tiqad Ahli Sunnah hlm. 129)

Wallahu a’lam bish shawab.
Penulis: Ustadz Muhammad Rifqi

Racun Mematikan itu Bernama Pluralisme Agama

Racun Mematikan itu Bernama Pluralisme Agama

Racun Mematikan itu Bernama
PLURALISME AGAMA

Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif, oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme agama juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga. (Fatwa MUI nomor 7/Munas VII/MUI/11/2005). MUI kemudian menegaskan bahwa pluralisme agama hukumnya haram dan merupakan paham yang bertentangan dengan ajaran agama Islam.
Pluralisme agama di Indonesia secara intensif telah dijajakan sejak dahulu. Ibarat barang dagangan, pluralisme agama bukan termasuk yang tidak laku di pasaran. Tidak hanya muslim awam, produk pemikiran yang diusung oleh para penganut paham liberalisme ini bahkan telah berhasil mempengaruhi kalangan intelektual muslim.
Ahmad Wahib adalah satu di antara aktor peletak dasar pemikiran pluralisme agama di Indonesia. Namanya dikenal sebagai salah satu tokoh pembaharu Islam (baca: suka mengada-adakan ide dan gagasan baru yang nyeleneh dalam syariat Islam). Catatan hariannya telah dibukukan dengan judul ‘Pergolakan Pemikiran Islam’ pada tahun 1981. Dalam catatan hariannya tersebut disebutkan bahwa ketika tinggal di Yogya, lelaki kelahiran Sampang, Madura tahun 1942 ini tinggal di Asrama Mahasiswa Realino, asrama calon-calon pastur Katolik. Dalam pergaulan bersama para romo Katolik dan teman seasramanya tersebut, ia merasa sangat bahagia. Sampai-sampai ia mengatakan, “Aku tak yakin, apakah Tuhan tega memasukkan romoku itu ke neraka.”
Pernyataan Ahmad Wahib di atas tentu sangat membahayakan akidah orang Islam. Secara langsung atau tidak, seorang muslim yang terpengaruh dan mengamini pernyataan Ahmad Wahib tadi akan tergiring untuk mengingkari wahyu Allah (artinya), “Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (Al-Baqarah: 39). Dan ayat-ayat lainnya yang semakna.
Dalam usianya yang relatif masih muda, Ahmad Wahib pun menghembuskan nafasnya yang terakhir akibat tertabrak sepeda motor pada tahun 1973. Dengan ditutupnya lembaran hidup sang pluralis satu ini, apakah kemudian laju perkembangan ideologi pluralisme akan terhenti?

Pluralisme Agama: Promosi Tiada Henti

Kader pegiat ‘dakwah’ pluralisme agama tidak akan pernah berhenti walaupun para pendahulunya telah mati. Tongkat estafet seruan pluralisme agama pun dipegang dan dilanjutkan oleh tokoh-tokoh yang siap menebarkan racun pemikirannya ke tubuh umat Islam. Pernyataan yang dilontarkan oleh generasi penerusnya tidak kalah ekstrim dibandingkan dengan pendahulunya.
Sebut saja nama misalnya Sumanto al-Qurtuby. Dalam bukunya yang berjudul ‘Lubang Hitam Agama’, pria lulusan program Pasca Sarjana Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga tahun 2003 ini mengatakan, “Jika kelak di akhirat, pertanyaan di atas diajukan kepada Tuhan, mungkin Dia hanya tersenyum simpul. Sambil menunjukkan surga-Nya yang mahaluas, di sana ternyata telah menunggu banyak orang antara lain, Jesus, Muhammad, Shahabat Umar, Ghandi, Luther, Abu Nawas, Romo Mangun, Bunda Teresa, Udin, Baharudin Lopa, dan Munir.” Ghandi yang hindu, Luther, Romo Mangun, Jesus, Bunda Teresa yang kristen kafir menurut Jumanto berada di surga.”

Para pembaca rahimakumullah. Coba Anda bandingkan pernyataan pluralisme di atas dengan firman Allah yang sering dibaca oleh para imam di masjid muslimin (artinya), “Sesungguhnya orang-orang yang kafir dari ahli Kitab (Yahudi dan Nashara) dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.” (Al-Bayyinah: 6)
Senada dengan perkataan Sumanto al-Qurtuby di atas adalah apa yang diungkapkan oleh Masdar F. Mas’udi, salah seorang petinggi ormas Islam di negeri ini yang mengatakan bahwa surga itu bukan hanya milik satu agama.
Kalau demikian, -menurut pria yang akrab dipanggil Kang Masdar ini-, selain agama Islam pun diridhai dan diterima oleh Allah dan para pemeluknya bakal masuk surga. Kalau yang dikatakan Kang Masdar seperti itu, maka tidak demikian apa yang difirmankan oleh Allah (artinya), “Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.” (Ali Imran: 19) “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Ali Imran: 85)
Betapa jelas dan gamblangnya aqidah Islam. Al-Qur’an yang telah ditegaskan sendiri oleh Allah sebagai sebuah kitab yang laa rayba fiih (tidak ada keraguan padanya) menyatakan bahwa hanya Islam yang benar, hanya Islam yang diterima di sisi Allah, orang yang mati kafir dan tidak berislam maka ia akan kekal di neraka.

Mereka Pun Juga Bisa Berdalil

Ajakan kepada pluralisme agama yang didengungkan oleh kaum liberalis di negeri ini dilakukan bukan tanpa dalil. Ayat Al-Qur’an yang biasa mereka jadikan dalil (baca: dalih) untuk menjajakan ideologinya tersebut di antaranya adalah surah Al-Baqarah ayat ke-62 yang artinya, “Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
Jika ayat ini dibaca dan dipahami sepotong-sepotong, maka benar bahwa orang Yahudi dan Nasrani bakal mendapat pahala dan masuk surga bersama. Namun jika ayat ini dibaca secara utuh dan dipahami dengan akal yang jernih sebagaimana dipahami oleh murid-murid Rasulullah yaitu para shahabat, maka justru ayat ini sebagai sanggahan terhadap paham pluralisme agama dan para pengusungnya. Dalam ayat ini, Allah tidak menggeneralisir umat Yahudi dan Nasrani secara mutlak yang dijanjikan pahala dari-Nya. Akan tetapi Allah memberikan batasan bahwa orang Yahudi dan Nasrani yang akan mendapatkan pahala adalah yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh.
Realitanya sekarang, apakah orang-orang Nasrani pantas dikatakan benar-benar beriman kepada Allah? Apakah patut disebut sebagai mukmin bagi orang yang mengatakan bahwa sesungguhnya Allah itu adalah Isa bin Maryam? Atau menjadikan Allah Yang Maha Esa sebagai salah satu dari Tuhan yang tiga (Trinitas)? Apakah bisa dibenarkan menyebut para penyembah salib itu sebagai orang yang beriman? Jelas mereka bukan mukmin. Bahkan secara tegas Allah telah memberikan vonis kafir kepada mereka dalam ayat-Nya (artinya), “Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam” (Al-Maidah: 72) “Sungguh telah kafir orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga (tuhan)“, padahal sekali-kali tidak ada Yang berhak disembah selain (Allah) Sesembahan Yang Maha Esa.” (Al-Maidah: 73)
Demikian juga umat Yahudi. Apakah mereka layak untuk dimasukkan ke dalam jajaran orang yang benar-benar beriman dan beramal saleh? Perhatikan rekam jejak kehidupan mereka. Kejahatan segolongan manusia yang pernah diubah rupa mereka menjadi kera dan babi ini telah banyak disebutkan dalam Al-Qur’an. Mulai dari menyembah patung anak lembu hingga pembunuhan terhadap para nabi, dan mengatakan Uzair anak Allah!! adalah contoh tindakan keji yang pernah mereka lakukan. Para nabi saja dibunuh, apalagi yang selainnya. Maka tidaklah mengherankan jika orang-orang Yahudi di masa kini banyak membunuhi umat Islam dengan biadab, seperti yang dialami saudara-saudara kita di negeri Palestina. Semoga Allah segerakan kehancuran kaum Yahudi di seluruh dunia.
Ayat ke-256 surat Al-Baqarah yang artinya “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)” juga kerap dijadikan dalil oleh para penebar racun pluralisme agama. Namun, ternyata ayat ini pun justru juga sebagai keterangan yang jelas tentang batilnya paham pluralisme agama. Silakan pembaca lihat buletin kami edisi 27 1436 H yang membahas tentang permasalahan ini.

Umat Islam Tidak Pernah Ragu, Agama Yang Benar Hanya Satu

Saudara pembaca yang semoga dirahmati Allah. Di akhir tulisan ini, kami mengajak diri kami dan segenap umat Islam untuk tetap memegang teguh keyakinan bahwa hanya Islam sajalah satu-satunya agama yang benar dan diridhai oleh Allah. Mari kita tanamkan prinsip ini ke dalam hati sanubari kita sedalam-dalamnya. Tidak ketinggalan, kita ajarkan asas keimanan ini kepada keluarga kita, anak cucu kita, dan segenap masyarakat muslimin, terkhusus generasi muda, yang di tangan merekalah tongkat estafet perjuangan Islam ini akan diberikan.
Siang dan malam kaum liberalis senantiasa mempropagandakan ide pluralismenya di tengah-tengah umat. Berbagai cara dengan beragam media pula, mereka menjajakan ideologinya tanpa mengenal lelah. Maka umat Islam harus waspada dan hati-hati dari paham pluralisme agama tersebut. Jangan sampai menggerogoti pola pikir kita, saudara, anak, dan cucu kita. Jangan biarkan virus pluralisme agama menebarkan penyakit yang bisa mematikan akidah dan iman orang-orang yang kita cintai.
Sungguh betapa hancur hati orang tua melihat putra putri kesayangannya telah memilih agama lain lantaran paham pluralisme agama telah meracuni tubuhnya. Pembaca, tentu Anda sendiri juga tidak akan rela ketika orang-orang di sekitar Anda, atau keluarga Anda sendiri ada yang murtad meninggalkan Islam karena keyakinan bahwa semua agama sama. Maka dari itu, jangan biarkan racun pluralisme agama terus menyebar di tubuh umat Islam. Tanamkan keyakinan yang kuat bahwa hanya Islam sajalah yang benar. Agama selain Islam batil, dan pemeluknya adalah kafir yang akan sengsara hidup kekal di neraka jika ia mati tetap di atas kekafirannya. Rasulullah bersabda,
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَ يَسْمَعُ بِيْ أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ اْلأُمَّةِ يَهُودِيٌّ وَلاَ نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوْتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ.
“Demi Dzat Yang jiwa Muhammad berada di Tangan-Nya, tidaklah seorang pun dari umat ini, baik Yahudi maupun Nasrani yang mendengar tentang (risalah)ku, kemudian ia mati dalam keadaan tidak beriman kepada risalah yang aku diutus dengannya tersebut, melainkan ia akan menjadi penduduk neraka.” (HR. Muslim no. 218)
Ya Allah sungguh kami ridha Engkau sebagai Rabb kami, Islam sebagai agama kami, dan Muhammad sebagai nabi kami. Kokohkanlah kami di atas agama-Mu, Ya Allah, wafatkanlah kami di atas agama Islam dengan meraih limpahan ridha-Mu.
Amin Ya Rabbal ‘alamin.

Penulis: Ustadz Abu Abdillah

Jumat, 25 Maret 2016

KESALAHAN-KESALAHAN KETIKA DI MASJID

KESALAHAN-KESALAHAN KETIKA DI MASJID

KESALAHAN-KESALAHAN KETIKA DI MASJID

Manusia memang banyak melakukan kesalahan, hal ini terjadi karena beberapa faktor, diantaranya ketidaktahuan, lupa atau meremehkan. Namun seorang muslim yang baik siap merubah kebiasan yang salah ketika telah datang padanya ilmu yang bersumber dari Al Qur’an dan hadits yang shahih sebagaimana yang dipahami oleh salafush shalih bahwa perbuatan tersebut adalah salah atau terlarang.
Para pembaca rahimakumullah, pada edisi kali ini kami akan membahas beberapa kebiasaan yang salah ketika berada di dalam masjid yang seharusnya dirubah atau ditinggalkan.

Meninggalkan Shalat Tahiyyatul Masjid

Para pembaca rahimakumullah, masjid merupakan rumah Allah memiliki nilai kehormatan dan kemuliaan yang tinggi dalam Islam. Masjid merupakan salah satu syiar dari agama Islam yang wajib untuk dijaga, diagungkan dan dimuliakan. Allah berfirman (artinya);
Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (al Hajj: 32)
Diantara bentuk pengagungan dan pemuliaan terhadap masjid adalah dengan melakukan shalat tahiyyatul masjid 2 rakaat ketika masuk ke masjid. Namun realita membuktikan, amalan ini masih banyak ditinggalkan oleh sebagian kaum muslimin. Tidak jarang kita melihat para jamaah yang datang dan masuk ke masjid langsung duduk tanpa shalat tahiyyatul masjid terlebih dahulu. Terlepas tentang hukum shalat tahiyyatul masjid itu sendiri apakah wajib atau sunnah, namun sepantasnya bagi seorang muslim untuk benar-benar mengagungkan dan memuliakan syiar-syiar islam, yang ini merupakan tanda ketakwaan hati.
As Syaikh Ibnu Utsaimin dalam sebuah fatwanya ketika memberikan jawaban tentang hukum shalat tahiyyatul Masjid –beliau termasuk yang berpendapat wajib- beliau memberikan sebuah nasehat yang sangat berharga:
“Namun saya nasehatkan kepada kalian bahwa jika ada suatu larangan maka tinggalkanlah dan jangan bertanya apakah larangan tersebut hukumnya haram atau makruh? Demikian pula jika ada suatu perintah maka laksanakanlah dan jangan   bertanya apakah perintah tersebut hukumnya wajib atau sunnah? Adalah dahulu para shahabat jika Rasulullah memerintahkan sesuatu kepada mereka, tidaklah kemudian mereka bertanya “Ya Rasulullah apakah perintah ini wajib atau sunnah? Yang mereka lakukan adalah segera mengamalkannya. Pada hakikatnya seseorang itu perlu dicurigai jika mendengar perintah Allah dan Rasul-Nya kemudian dia menanyakan, ‘ini wajib atau sunnah’? Wahai saudaraku, engkau hanya diperintah untuk mengamalkan! Demikian pula jika mendengar larangan dia menanyakan, ‘ini makruh atau haram’? Engkau hanya diperintah untuk meninggalkan! Ya, jika seseorang mengalami kesulitan (kebingungan) sehingga belum mengamalkan perintah dan belum meninggalkan larangan maka kita perlu bahas apakah ini wajib atau sunnah. Adapun sebelum itu maka nasehatku kepada setiap mukmin jika mendengar perintah Allah dan Rasul-Nya maka hendaknya mengatakan “Kami dengar dan kami taat” lalu mengamalkannya. Demikian pula jika dia mendengar larangan maka hendaknya mengatakan “Kami dengar dan kami taat lalu meninggalkannya dan jangan memaksakan diri.    Merekalah manusia yang paling kuat imannya…” (lihat Liqa al Bab al Maftuh 160/29)

Tidur dengan posisi tengkurap/telungkup

Para pembaca rahimakumullah, saat kita di Masjid kadang mengalami kelelahan lalu membaringkan tubuh untuk menghilangkan kelelahan dan kepenatan. Namun kadang kita dapati sebagian orang yang beristirahat di masjid dengan menelungkupkan badan, sementara syariat ini melarang yang demikian. Perlu diketahui bahwa larangan tidur tengkurap sebenarnya bersifat umum, tidak hanya di masjid. Hanya saja pembahasan kita adalah kegiatan yang sering terjadi di dalam masjid.
Thikhfah bin Qais al Ghifari menceritakan sebuah pengalamannya bersama nabi; “Tatkala aku sedang tidur tengkurap di Masjid karena sakit di dada, tiba-tiba ada seseorang yang menggerakkan diriku dengan kakinya. Orang itu berkata “Sesungguhnya ini adalah cara tidur yang dimurkai Allah.” Kemudian aku lihat orang tersebut yang ternyata adalah Rasulullah.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)
Juga disebutkan dari hadits Abu Dzarr, ia berkata, “Nabi lewat di hadapanku dan ketika itu aku sedang tidur tengkurap. Beliau lalu menggerak-gerakkanku dengan kaki beliau seraya bersabda, “Wahai Junaidib, posisi tidur seperti ini seperti posisi tidurnya penduduk neraka.” (HR. Ibnu Majah)
Dari 2 hadits ini tampak bagi kita tentang larangan tidur dengan posisi tengkurap karena menyebabkan kemurkaan Alllah bahkan merupakan posisi tidur penduduk Neraka. Maka hendaknya seseorang tidak tidur dengan posisi seperti ini, terlebih lagi jika dilakukan di tempat yang terbuka/umum semisal masjid. Karena jika orang banyak melihat posisi tidur semacam ini, maka tentunya menjadi suatu pemandangan yang kurang baik. Kecuali dalam keadaan darurat yang sulit dihindari sehingga mengharuskan untuk tidur tengkurap, seperti karena sakit. Adapun jika bukan darurat maka sebaiknya ditinggalkan meskipun sudah menjadi kebiasaan. (lihat Syarah Riyadhush Shalihin Ibnu ‘Utsaimin 4/343, fatawa al Lajnah ad Daimah 26/146 dan Fatawa Bin Baz via situs).

Kurang memperhatikan masalah pakaian

Para pembaca rahimakumullah, Allah berfirman (artinya):
Wahai anak Adam kenakanlah zinah (pakaian) kalian setiap kali menuju masjid.” (Al-A’raf: 31)
Para ulama fiqih menjadikan ayat ini sebagai dalil tentang wajibnya menutup aurat ketika shalat. Berdasarkan ayat ini pula  mereka menjelaskan tentang pentingnya berpenampilan yang baik, bersih dan indah ketika ke masjid, tidak sekedar bertujuan untuk menutup aurat. Seseorang  dituntut agar berpenampilan yang demikian itu karena ia akan berdiri di hadapan Allah dan bermunajat kepada-Nya. Hal ini bukan berarti shalatnya tidak sah, akan tetapi yang namanya menutup aurat di dalam shalat tidaklah cukup dengan berpakaian ala kadarnya yang penting menutup aurat lalu tidak peduli dengan kerapian dan keindahannya.
Terkadang kita dapatkan sebagian jamaah kurang perhatian akan hal ini. Berbeda dengan yang dilakukan para ulama terdahulu, begitu perhatiannya mereka dalam permasalahan ini. Bahkan disebutkan ada di antara mereka yang sengaja membeli pakaian dengan harga ‘lumayan’ sekedar untuk dikenakan ketika shalat dengan alasan “Rabb-ku lebih berhak untuk aku berpenampilan indah bagi-Nya ketika aku shalat. ”Subhanallah! Sudahkah kita meniru mereka? (lihat al Mulakhash al fiqhi 1/111 , asy Syarhul Mumti’ 2/149 dan Madarijus salikin 2/363)

Mencari dan mengumumkan barang hilang

Para pembaca rahimakumullah, terkait permasalahan ini, baginda Nabi dalam sebuah haditsnya yang diriwayatkan oleh al Imam Muslim pernah bersabda (artinya);
“Barangsiapa mendengar ada seseorang yang mencari barang hilang di dalam masjid maka katakanlah kepada orang tersebut “لا ردها الله عليك” (semoga Allah tidak mengembalikannya kepadamu) karena sesungguhnya masjid-masjid itu tidak dibangun untuk tujuan ini.” (HR. Muslim: )
Perhatikanlah hadits ini baik-baik! Rasulullah melarang untuk mengumumkan dan mencari barang yang hilang di dalam masjid. Bahkan memerintahkan untuk mendoakan agar barang tersebut benar-benar tidak ditemukan. Hal ini bukan karena benci kepada orang tersebut atau tidak senang jika barangnya ditemukan, namun sebagai peringatan agar tidak menjadi suatu kebiasaan. Semua itu karena masjid bukanlah tempat untuk kepentingan yang demikian, namun sebagai tempat untuk beribadah kepada Allah. Sama saja pengumuman tersebut disiarkan dengan menggunakan suara ataukah dengan menempel pengumuman di dalam masjid, tetap tidak diperbolehkan. Kecuali jika diumumkan di luar masjid maka tidak mengapa. (lihat Fatawa Nur ‘Alad Darb Ibnu Baz 11/339-340 dan Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah 30/89-90)

Membicarakan masalah keduniaan

Para pembaca rahimakumullah, pada dasarnya tidak mengapa berbicara atau berbincang tentang urusan dunia di masjid dengan syarat pembicaraannya ringan, tidak meluas, tidak ribut dan tidak mengganggu orang lain yang sedang beribadah di masjid tersebut. Jika tidak terpenuhi syarat-syarat tersebut maka hukumnya makruh. Hal ini karena masjid dibangun bukan sebagai tempat membicarakan urusan dunia, namun dalam rangka untuk beribadah kepada Allah seperti berdzikir, shalat, membaca al-Qur’an dan ibadah yang lainnya. Demikianlah yang semestinya diperhatikan oleh kita.
Terkadang yang terjadi adalah sikap bermudah-mudahan sebagian jamaah ketika di masjid memperbincangkan masalah keduniaan melebihi batas. Bahkan tidak jarang terdengar pula hal-hal yang ‘berbau’ pelanggaran syariat, seperti ghibah, obrolan-obrolan yang tidak layak bahkan terkadang menjurus ke syahwat, provokasi massa dan yang semisal. (lihat fatawa Nur alad Darb Bin Baz 11/346 dan fatawa al Lajnah ad Daimah 6/280)

Tasybik (Menjalin jari-jemari tangan kanan dengan jari- jemari tangan kiri)
 
Para pembaca rahimakumullah, perbuatan ini tidak jarang pula dilakukan oleh sebagian orang dalam keadaan mereka berada di masjid. Sementara telah datang dalam hadits larangan untuk melakukan tasybik ketika berada di dalam masjid menunggu shalat atau sedang mengerjakan shalat. Rasulullah bersabda (artinya);
“Jika salah seorang diantara kalian sedang berada di Masjid maka janganlah melakukan tasybik karena tasybik dari setan. Sesungguhnya salah seorang dari kalian senantiasa terhitung dalam shalat selama dia berada di Masjid hingga keluar darinya.” (HR. Ahmad)
Bahkan dalam hadits yang lain disebutkan larangan tersebut berlaku pula ketika sedang menuju ke masjid. Rasulullah bersabda (artinya);
“Jika salah seorang dari kalian berwudhu dan membaguskan wudhunya lalu sengaja keluar menuju masjid maka janganlah melakukan tasybik karena dia (terhitung) sedang shalat.” (HR. Abu Daud dan yang lainnya)
Ada 2 sebab larangan tasybik tersebut; karena perbuatan itu dari setan dan karena dia dalam keadaan shalat.

Aroma yang tidak sedap

Para pembaca rahimakumullah, kita pasti merasa terganggu jika mencium bau tidak sedap yang timbul dari orang yang berada di samping kita ketika shalat. Hal ini akhirnya menyebabkan kurang khusyuknya kita dalam shalat tersebut. Tentu yang demikian ini tidak seharusnya terjadi. Rasulullah pernah bersabda (artinya);
“Barangsiapa yang memakan bawang putih atau bawang merah maka menyingkirlah dari kami atau dari masjid kami dan duduklah di rumahnya.” (HR. al Bukhari dan Muslim)
Dalam hadits yang lain Rasulullah bersabda (artinya);
“Barangsiapa yang memakan tanaman ini (yakni bawang putih) maka janganlah dia mendekati masjid-masjid kami hingga hilang baunya.” (HR. Muslim)
Meskipun hadits ini berbicara tentang bawang putih dan bawang merah namun para ulama mengambil kesimpulan hukum darinya bahwa segala sesuatu yang menyebabkan bau yang tidak sedap harus dijauhkan dari masjid. Sehingga tidak terbatas pada bawang saja, namun juga yang lainnya yang beraroma tidak nyaman.  Semua yang beraroma busuk, hukumnya sama dengan hukum bawang putih dan bawang merah, seperti bau mulut, bau ketiak, bau badan, bau pakaian dan yang lainnya. Termasuk pula asap rokok. Terlepas dari hukum rokok, suatu hal yang maklum bagi setiap orang bahwa rokok dapat menimbulkan gangguan, baik asapnya dan puntungnya atau abunya. Terlebih lagi jika dilakukan di dalam masjid. Maka yang wajib ialah berusaha semaksimal mungkin untuk menghilangkan segala aroma tidak sedap sebelum berangkat ke masjid sehingga jamaah yang lain tidak terganggu. (lihat Fatawa Nur ‘Ala ad Darb Bin Baz 7/291, Majmu’ Fatawa Bin Baz 6/127 dan 12/84).

Wallahu a’lam bish shawab. Semoga bermanfaat.
Penulis: Ustadz Abdullah Imam

Selasa, 22 Maret 2016

Bukan Radikalisme Dan Bukan Liberalisme

Bukan Radikalisme Dan Bukan Liberalisme!!

Bukan Radikalisme Dan Bukan Liberalisme!!

Radikalisme dan Liberalisme
 
Radikalisme dalam kehidupan beragama amat berbahaya. Modusnya adalah bersikap ekstrim dalam menjalankan agama hingga melampaui batas-batas yang telah ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya. Radikalisme menyentuh sebagian lapisan umat, termasuk di bumi nusantara ini. Sebagian mereka ada yang jatuh dalam perangkap orang-orang radikal. Tak heran, bila fenomena takfir (mudah mengafirkan) merebak. Akibatnya, pemerintah dan orang-orang yang terkait dengan pemerintahan dikafirkan. Bahkan, berbagai teror pun kerap terjadi dan banyak memakan korban. Namun di sisi yang lain, fenomena sikap ektrim radikalisme tersebut ada yang melawannya dengan sikap ekstrim lainnya, yaitu liberalisme. Sebuah sikap bermudah-mudahan dalam kehidupan beragama yang bertolak belakang secara total dengan radikalisme. Akibatnya, bermunculan paham bahwa semua agama benar dan semuanya “memusuhi” radikalisme. Pada perkembangannya, muncul pernyataan-pernyataan bahwa “semua agama sama”, “semua menyembah kepada Tuhan yang sama walaupun masing-masing agama menyebutnya dengan nama berbeda”. “Jangan terikat dengan simbol-simbol, tapi perhatikan esensi maknanya.” Bahkan kaum liberalis menuding, keyakinan bahwa agama Islam sebagai satu-satunya agama yang benar, itulah penyebab munculnya radikalisme-terorisme. Laa haula wa laa quwwata illaa billaah. Sungguh semua itu adalah penistaan terhadap agama Islam yang dibawa oleh Baginda Rasul yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman (artinya),
Barangsiapa mencari selain Islam sebagai agama maka tidak akan diterima darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” (Ali ‘Imran: 85)
Ayat ini dengan tegas menunjukkan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar. Selain agama Islam adalah tidak sah, yakni batil dan bukan agama yang benar. Semua rasul utusan Allah mengajak umatnya untuk beribadah hanya kepada Allah  Ta’ala, dan meninggalkan segala sesuatu yang diibadahi selain Allah. Sebagaimana firman Allah tentang kisah dakwah para rasul tersebut, “Wahai kaumku beribadahlah kalian kepada Allah, tidak ada bagi kalian sembahan yang haq selain-Nya.” Para rasul tersebut datang kepada kaum yang menyembah tuhan sesuai dengan agamanya masing-masing.  Para rasul itu tidak mengatakan bahwa tuhan pada semua agama itu hakekatnya satu. Namun mereka memerintahkan agar meninggalkan tuhan-tuhan tersebut, dan hanya beribadah kepada Allah satu-satunya tiada sekutu bagi-Nya.
Allah juga berfirman, (artinya) :
Yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (sembahan) yang haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, itu adalah batil, dan sesungguhnya Allah Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha besar.” (al-Hajj : 62)
Jadi, semua tuhan selain Allah adalah batil. Semua agama selain Islam tidak beribadah kepada Allah, namun beribadah kepada tuhan-tuhan mereka selain Allah. Itu semua batil, dan hanyalah nama-nama yang diklaim sebagai tuhan, padahal tidak pantas sebagai tuhan. Allah Ta’ala berfirman (artinya),
Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kalian dan bapak-bapak kalian mengadakannya; Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun untuk (menyembah) nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka, padahal sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Rabb mereka.” (an-Najm : 23)
 
Meledek Syi’ar Islam
 
Banyak pihak – termasuk orang-orang liberal – menuding, bahwa jenggot, celana cingkrang, gamis panjang, jilbab bercadar, sebagai ciri-ciri teroris. Tentu saja ini merupakan tudingan yang sangat jauh dari kebenaran, di samping kental dengan nuansa tendensius  dan menunjukkan minimnya kualitas ilmu “sang intlektual” pengucapnya. Pada perkembangan berikutnya, muncul doktrin bahwa semua yang berasal dari Islam adalah radikal. Terlebih yang bernuansa bela agama alias jihad fi sabilillah yang sudah barang tentu ada aturannya yang tepat dan tidak serampangan.
 
Teror Pemikiran Lebih Berbahaya
 
Berbagai aksi kekerasan dan teror, berupa pengeboman, pembunuhan, dan lainnya yang terus marak terjadi, bahkan berhasil menjaring anak-anak muda kaum muslimin menjadi pelaku-pelaku utama dan militan, tidaklah terjadi begitu saja secara tiba-tiba. Namun melalui proses panjang propaganda dan penyebaran pemikiran melalui berbagai cara dan media. Inilah yang disebut dengan teror pemikiran, dan ini lebih berbahaya daripada teror fisik. Jika pada teror fisik dampaknya adalah terbunuhnya jiwa, hilang harta, dan rusaknya bangunan dan fasilitas, maka teror pemikiran lebih kejam lagi, karena korbannya berupa : matinya hati, aqidah sesat dan menyimpang, dan lahirnya para teroris yang kejam dan militan. Bahkan semua aksi teror, pengeboman, pengafiran terhadap sesama muslimin, tega menumpahkan darah sesama muslim, menghancurkan masjid, pemberontakan/kudeta bersenjata terhadap pemerintah yang sah, … dll, tidak lain merupakan hasil dari teror pemikiran yang gencar ditebarkan. Demikian pula di lain pihak. Berbagai tulisan dan kampanye yang dilakukan oleh orang-orang Liberal bahwa “semua agama sama”, “jangan meyakini Islam sebagai satu-satunya agama yang benar”, melecehkan dan meledek syari’at Islam, menghujat nabi, bahkan menghujat Allah, maka itu semua adalah penistaan aqidah dan menghancurkan sendi-sendi dan pondasi iman dan agama, sekaligus itu juga merupakan salah satu bentuk teror pemikiran. Apa yang tengah dikampanyekan oleh kalangan orang-orang Liberal ini sesungguhnya lebih berbahaya daripada penghancuran bangunan dan pembunuhan jiwa. Maka hendaknya para pengusung radikalisme dan liberalisme itu takut kepada Allah. Hentikanlah perbuatan merusak agama dan umat. Allah Ta’ala berfirman (artinya),
“Janganlah kalian berbuat kerusakan di muka bumi setelah bumi itu diperbaiki.” (al-A’raf : 56)
 
Menanggulangi Radikalisme dan Liberalisme
 
Memang, radikalisme merupakan penyimpangan dan kesesatan. Tapi dalam menanggulanginya tidak dengan liberalisme. Sungguh, liberalisme telah menampilkan Islam jauh dari yang sebenarnya, sebagaimana yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan diwariskan oleh para shabahat Nabi Radhiyallahu ‘anhum. Apabila Radikalisme mencoreng nama Islam dan menyebabkan kerusakan di muka bumi, maka tak kalah juga liberalisme dalam menghancurkan pondasi Islam.  Maka dari itu, kedua paham menyimpang tersebut, radikalisme dan liberalism harus ditanggulangi secara bersamaan. Yaitu, dengan cara kembali kepada al-Qur’an dan as-Sunnah sebagaimana yang telah diamalkan oleh para shahabat Radhiyallahu ‘anhum. Ini akan terwujud dengan cara, Melakukan pembinaan kepada umat, termasuk kaum mudanya. Hal ini dilakukan di atas prinsip at-Tashfiyah dan at-Tarbiyah.
At-Tashfiyah, yaitu membersihkan dan melindungi umat dari berbagai paham menyimpang dan merusak, seperti Ahmadiyah, Syi’ah, Gafatar, NII, ISIS, Al-Qaida, Liberal … dsb, termasuk radikalisme dan liberalisme itu sendiri. Termasuk di dalamnya pula adalah membantah berbagai propaganda yang ditebarkan oleh kelompok-kelompok tersebut. Demikian pula  memperingatkan umat dari bahaya tokoh-tokoh yang menebarkan paham-paham sesat di atas dan membelanya, serta menebarkan paham takfir (mengkafirkan sesama kaum muslim), mengkritisi pemerintah yang sah secara terbuka, dan menistakan agama.
At- Tarbiyah, yaitu mendidik umat dengan ilmu agama yang benar. Ilmu yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berdasarkan prinsip para Salaful Ummah.  Mendekatkan umat ini dengan para ‘ulama sunnah, yang senantiasa konsisten berpegang di atas agama yang benar, memiliki aqidah dan tauhid yang bersih dan murni, serta berjalan di atas prinsip para Salaful Ummah, termasuk para imam yang empat : Abu Hanifah, Malik, asy-Syafi’i, dan Ahmad.  Menghentikan segala bentuk tindakan kritik terbuka terhadap pemerintah muslim yang sah, karena itu akan menimbulkan dampak negatif yang banyak, salah satunya akan menimbulkan sikap radikal. Sebaliknya, upaya menanamkan kepada umat ini salah satu prinsip penting dalam agama, yaitu ketaatan kepada pemerintah muslim dalam perkara yang ma’ruf, bukan dalam kemaksiatan. Tidak boleh memberontak selama itu adalah pemerintah muslim. Mewaspadai gerakan Syi’ah, karena ia  merupakan gerakan radikal yang sangat ekstrim. Perjalanannya selalu diwarnai kekerasan dan aksi-aksi berdarah. Selalu menebarkan ujaran kebencian kepada para shahabat Nabi yang mulia dan menistakan agama Islam. Sangat disesalkan,  kaum liberal selalu membela, memuji, dan menebarkan simpatik terhadap Syi’ah.  Menanamkan kepada umat bahwa Islam adalah satu-satu agama yang benar, yang membawa misi rahmatan lil ‘alamin.
 
Islam sebagai Rahmatan lil ‘Alamin
 
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus Nabi-Nya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam membawa Dienul Islam, sebagai Rahmatan lil ‘Alamin (Rahmat bagi Alam Semesta). Seabgaiman firman Allah (artinya),
Tidaklah Kami mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta.” (al-Anbiya’ : 107)
Al-Imam al-Hafizh Ibnu Katsir dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir meriwayatkan dari shahabat ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma pakar tafsir umat ini, menjelaskan ayat tersebut, “Barangsiapa yang mengikuti (ittiba’) beliau (Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam) maka itu menjadi rahmat baginya di dunia dan di akhirat. Barangsiapa tidak mau mengikuti beliau maka akan dihukum dengan apa yang menimpa umat-umat sebelumnya berupa ditenggelamkan dan dilempari batu.”
Jadi, misi Islam sebagai rahmatan lil ‘Alamin akan terwujud dengan mengikuti segala ajaran dan bimbingan (sunnah) Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam segala aspek, baik aqidah, ibadah, muamalah, akhlak, politik, ekonomi, dll. Bukan malah menanggalkan ajaran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam karena menganggapnya radikal, atau dengan alasan budaya nasional, inklusif, dan lainnya.
Al-Imam Bisyr bin Al-Harits (w. 227 H) berkata, “Islam adalah Sunnah dan Sunnah adalah Islam.” (lihat Syarhus Sunnah, 132)
 
Wallahu a’lamu bish-shawab
Penulis: Ust. Abu ‘Amr Ahmad Alfian

Ad Dabbah Binatang Melata yang Muncul pada Akhir Zaman

Ad Dabbah  Binatang Melata yang Muncul pada Akhir Zaman

Ad Dabbah Binatang Melata yang Muncul pada Akhir Zaman
[Beriman terhadap Hari Akhir (9)]

Para pembaca yang semoga dirahmati oleh Allah, pada edisi kali ini kami insya Allah akan membahas salah satu tanda-tanda besar kiamat, sebagai kelanjutan dari pembahasan yang telah kita lewati pada edisi-edisi sebelumnya. Tanda hari kiamat tersebut adalah keluarnya ad Dabbah (binatang melata) dari bumi.

Waktu Kemunculannya  

Tentang waktu munculnya ad Dabbah ini Allah – subhanahu wa ta’ala – berfirman (yang artinya):
Dan apabila perkataan telah jatuh atas mereka, Kami keluarkan sejenis binatang melata dari bumi yang akan mengatakan kepada mereka, bahwa sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami” (An Naml: 82).
Ada beberapa penafsiran dari para ulama tentang makna الْقَوْلُ (perkataan) pada ayat tersebut. Sebagian menafsirkannya dengan ‘adzab’, apabila manusia telah rusak dan berhak mendapatkan adzab maka ad Dabbah akan keluar dari bumi. Sebagian lagi menafsirkannya dengan ‘murka dari Allah’.

Kapankah umat manusia dikatakan berhak mendapatkan adzab dan murka dari Allah?

Berkata sebagian ulama di antaranya sahabat Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu bahwa hal tersebut terjadi ketika manusia sudah tidak lagi mengajak kepada perkara-perkara ma’ruf (kebaikan) dan tidak pula melarang dari perkara-perkara kemungkaran ketika mengetahuinya. Kita berlindung kepada Allah dari adzab dan murka-Nya.
Ulama yang lain menafsirkan الْقَوْلُ dengan ‘bukti-bukti yang nyata dari Allah’, termasuk dalam bukti-bukti yang nyata tersebut adalah tanda-tanda besar kiamat yang telah muncul sebelumnya seperti keluarnya dajjal dan turunnya Nabi Isa ‘alaihis salam. Setelah ‘bukti-bukti kekuasaan Allah tersebut nampak maka Allah akan mengeluarkan ad Dabbah dari bumi.
Ad Dabbah akan keluar pada akhir zaman, pada saat manusia telah berada dalam keadaan lemah iman dan rusak, sebagaimana yang dijelaskan oleh al Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsir ayat tersebut, “Binatang melata ini keluar pada akhir zaman ketika manusia telah rusak dan meninggalkan perintah-perintah Allah, serta mereka merubah agama yang benar. Allah mengeluarkan suatu binatang melata dari dalam bumi kemudian mengatakan kepada mereka hal tersebut” (‘Umdatut Tafsir hal 667).
Munculnya ad-dabbah berdekatan dengan waktu terbitnya matahari dari arah barat. Tidak diketahui apakah ad-dabbah muncul terlebih dahulu ataukah terbitnya matahari dari barat. Rasulullah bersabda:
إِنَّ أَوَّلّ الْآيَاتِ خُرُوْجًا طُلُوْعُ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا وَخُرُوْجُ الدَّابَّةِ عَلَى النَّاسِ ضُحًى وَأَيُّهُمَا مَا كَانَتْ قَبْلَ صَاحِبَتِهَا فَالْأُخْرَى عَلَى إِثْرِهَا قَرِيْبًا
“Sesungguhnya   tanda-tanda (kiamat) yang pertama muncul adalah terbitnya matahari dari arah tenggelamnya (barat) dan keluarnya binatang melata kepada manusia pada waktu dhuha, yang mana saja dari keduanya terjadi terlebih dahulu maka yang lainnya menyusul sesaat setelahnya” (H.R. Muslim no 7570).
Dari hadits tersebut pula, diketahui bahwa kemunculan ad Dabbah tersebut adalah waktu dhuha, yaitu waktu di antara saat naiknya matahari setinggi tombak hingga saat matahari berada di puncak/tengah langit.

Ciri-ciri  ad Dabbah      

Sebagian ulama menyebutkan ciri-ciri ad Dabbah tersebut, namun tidak satu pun ciri-ciri yang disebutkan ditopang oleh dalil baik dari ayat Al Qur`an maupun dari hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih. Maka cukuplah bagi kita untuk mengimani apa yang telah disebutkan oleh Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang ad Dabbah, tanpa perlu menetapkan ciri-cirinya secara mendetail, karena perkara tersebut termasuk hal ghaib yang tidak bisa diketahui kecuali dari wahyu berupa ayat Al Qur`an ataupun hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih.
Al ‘Allamah As Sa’dy berkata dalam lanjutan tafsir ayat 82 dari surat An Naml di atas: “Allah dan Rasul-Nya tidaklah menyebutkan bagaimana wujud binatang melata ini, akan tetapi beliau menyebutkan dampak dan maksud dari dikeluarkannya binatang tersebut. Bahwasanya ia adalah termasuk dari tanda-tanda kekuasaan Allah, ia berbicara kepada manusia dengan cara yang di luar kebiasaan ketika telah jatuh ketetapan atas mereka, dan ketika mereka meragukan ayat-ayat Allah, hingga ia menjadi hujjah dan bukti bagi orang-orang yang beriman dan hujjah atas orang-orang yang menentang” (Tafsir As Sa’dy hal. 581)

Tempat keluarnya          

Ulama juga berbeda pendapat tentang tempat keluarnya ad Dabbah tersebut. Sebagian dari pendapat tersebut didasarkan pada hadits yang sampai kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ada yang didasarkan pada perkataan shahabat, hanya saja baik hadits maupun atsar shahabat tersebut tidak ada yang shahih.
Walhasil, tidak ada suatu hadits shahih atau atsar shahih yang bisa menjadi dasar untuk menentukan di mana tempat keluarnya ad Dabbah tersebut. Maka sekali lagi sikap yang benar bagi kita adalah hendaknya kita mengimani tentang keluarnya ad Dabbah, adapun mengenai di mana tempat keluarnya maka hal itu adalah urusan Allah dan kita tidak memiliki pengetahuan tentangnya.

Apa saja yang dilakukan ad Dabbah?   
     
Adapun tentang hal-hal yang dilakukan ad Dabbah, maka pada permasalahan ini telah datang pengabaran dari ayat Al Qur`an dan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih. Ulama menyimpulkan bahwa yang akan dilakukan ad Dabbah ada tiga hal:
1. Berbicara kepada manusia
2. Memberi tanda kepada orang-orang kafir.
3. Memberi tanda kepada kaum mukminin, membuat terang wajah mereka hingga bersinar cemerlang.
Pada ayat An Naml: 82 yang telah kita lewati, Allah – subhanahu wa ta’aa – berfirman (yang artinya):
Dan apabila perkataan telah jatuh atas mereka, Kami keluarkan sejenis binatang melata dari bumi yang akan mengatakan kepada mereka, bahwa sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami” (An Naml: 82).

Para ahli tafsir berbeda pendapat dalam penafsiran lafazh “تُكَلِّمُهُمْ” pada ayat tersebut.

Pendapat pertama: mengajak bicara mereka (manusia), dan ini adalah pendapat Ibnu ‘Abbas dalam satu riwayat, al Hasan al Bashri, Qatadah, dan diriwayatkan dari Ali.

Pendapat yang kedua: melukai mereka, yakni orang-orang kafir diberi tanda pada hidung mereka dengan cara melukainya. Ini adalah penafsiran Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma dalam riwayat yang lain.
Penafsiran ini sesuai dengan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh al Imam Ahmad rahimahullah dari Abu Umamah radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 “Akan keluar ad Dabbah kemudian memberikan tanda pada hidung-hidung mereka (yakni orang-orang kafir – pent) maka mereka akan hidup di antara kalian, sampai-sampai ketika seseorang membeli binatang ternak kemudian dia ditanya: dari siapa engkau membelinya? Maka dia menjawab: dari orang yang memiliki tanda pada hidungnya”. Hadits ini dishahihkan oleh Al ‘Allamah Al Albany rahimahullah.
Hadits ini menunjukkan bahwa pada saat ad Dabbah tersebut keluar, maka ia akan memberikan tanda yang nampak jelas pada hidung orang-orang kafir sampai-sampai mereka dapat dikenali manusia dengan tanda tersebut.
Pendapat ini cocok dengan qiraah (riwayat bacaan) Abu Zur’ah ibn ‘Amr atas ayat An Naml: 82 tersebut, di mana beliau meriwayatkan ayat tersebut dengan lafazh “تَكْلَمُهُمْ” yang bermakna melukai.

Pendapat yang ketiga: bahwa lafazh “تكلمهم” memiliki kedua makna yang telah disebutkan pada kedua pendapat di atas, ini berarti ad Dabbah ketika keluar mengerjakan dua hal tersebut, mengajak bicara manusia dan juga memberikan tanda dengan melukai orang-orang kafir. Ini adalah pendapat Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma dalam satu riwayat.
Berkata Ibnu Katsir rahimahullah menyifati pendapat ketiga ini: “Itu adalah pendapat yang bagus, dan tidak ada pertentangan”. Yang beliau maksudkan adalah tidak ada pertentangan antara pendapat pertama dengan pendapat kedua.
Adapun tentang perbuatan ad Dabbah yang akan memberikan tanda berupa cahaya pada wajah orang-orang yang beriman adalah berdasarkan suatu hadits yang diperselisihkan keshahihannya. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Majah, At Tirmidzy, dan Al Imam Ahmad rahimahumullah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (artinya):
“Ad Dabbah akan keluar bersama cincin Sulaiman bin Dawud, dan tongkat Musa bin ‘Imron ‘alaihimassalam, kemudian ia akan memberi cahaya pada wajah orang yang beriman dengan tongkat serta menandai hidung orang kafir dengan cincin, sampai-sampai orang-orang yang mengitari meja makan berkumpul kemudian berkata salah seorang dari mereka (kepada orang yang bersinar wajahnya): wahai orang beriman, lalu ia menjawab kepadanya (orang yang memiliki tanda di hidungnya): wahai orang kafir”, yaitu orang-orang ketika itu saling mengenali siapa yang beriman di antara mereka, dan siapa yang kafir dengan tanda yang dibuat ad Dabbah tersebut.
Hadits ini digolongkan oleh Al ‘Allamah Al Albany sebagai hadits yang dha’if, adapun Asy Syaikh Ahmad Syakir maka beliau menshahihkannya, wallahu a’lam bis shawab.

Perkataan yang disampaikan oleh ad Dabbah      

Sebagaimana dalam ayat An Naml: 82 di atas, ketika keluarnya ad Dabbah akan mengajak bicara manusia. Lalu apa perkataan yang akan disampaikannya?
Sebagian ulama mengatakan bahwa ad Dabbah akan berkata pada manusia bahwa sesungguhnya mereka dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat (tanda-tanda) kebesaran Allah, sebagaimana yang disebutkan dalam lafazh ayat tersebut. Dan di antara ayat-ayat Allah adalah tanda-tanda hari kiamat yang telah dikabarkan kemunculannya oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, diantaranya adalah keluarnya ad Dabbah. Ini menunjukkan bahwasannya seorang mukmin haruslah benar-benar beriman kepada tanda-tanda kiamat tersebut tanpa ada keraguan sedikit pun di dalam hati.
Sebagian lagi berkata bahwa ad Dabbah akan menyampaikan kepada manusia bahwa seluruh agama selain Islam adalah agama yang bathil. Ulama yang lain berpendapat bahwa ad Dabbah akan berbicara kepada orang-orang kafir dengan perkataan buruk yang tidak menyenangkan mereka. Demikianlah sekelumit pembahasan tentang binatang melata yang akan muncul pada akhir zaman, mudah-mudahan dapat memperkuat keimanan kita kepada hari kiamat yang dijanjikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala.

Wallahu a’lam bish shawab
Penulis: Ustadz Abu Ahmad Purwokerto

PILIHAN-PILIHAN